Ruslan H.S. Tawari
Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Pattimura
Jln. Mr. C.H.R. Soplanit Kode Pos 97233 Ambon
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis ekonomi manfaat hutan mangrove yang dapat mengkuantifikasikan total nilai manfaat (use value) dan nilai tidak dimanfaatkan (non use value) ekosistem mangrove sekaligus menganalisis skenario pengelolaan yang sesuai bagi keberlanjutan ekosistem mangrove di pesisir Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang berupa hasil observasi dari beberapa peneliti, instansi, dan kelompok penelitian. Sedangkan untuk menunjang data observasi dilakukan studi kepustakaan yang relevan dengan kajian penulisan ini. Metode penilaian ekonomi yang digunakan yaitu pendekatan yang dikemukakan oleh Ruitenberg (1991). Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem mangrove dengan menggunakan 4 komponen dalam penilaian ekonomi sumberdaya pesisir berdasarkan atas lokasi dan pasar (Modifikasi dari Clark, 1995 dan Brown, 1997) sedangkan kuatifikasi seluruh manfaat dan fungsi ekosistem dinilai kedalam nilai rupiah, tahap ini dilaksanakan setelah seluruh manfaat dan fungsi ekosistem mangrove berhasil di identifikasi.
Analisis biaya dan manfaat nilai ekonomi total dari ekosistem mangrove di Seram Barat, diperoleh hasil sebesar Rp.208.385.791.463,-/tahun atau sebesar Rp.14.550.400,-/ha/tahun, yang terdiri dari manfaat langsung sebesar Rp.3.908.465,-, manfaat tidak langsung sebesar Rp.4.983.401,-, nilai manfaat pilihan sebesar Rp.123.750,-, dan nilai manfaat keberadaan sebesar Rp.5.559.783,-.
Skenario pengelolaan ekosistem mangrove hendaknya dilakukan sesuai dengan daya dukung lingkungan (carring capacity) mangrove. Terdapat 3 skenario strategi pengelolaan yang memperlihatkan bahwa manfaat dan fungsi ekonomi ekosistem mangrove sangat besar baik bagi lingkungan sekitar maupun dalam hal efesiensi anggaran pembangunan daerah.
Kata Kunci: valuasi ekonomi, ekosistem mangrove, use value, non use value
I. PENDAHULUAN
Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir merupakan hal yang cukup sulit dan menantang. Pemanfaatan tanpa disertai dengan pengelolaan hutan bakau saja dapat mengakibatkan kemunduran mutu sumberdaya dan lingkungan tetapi juga berdampak dalam hal distribusi pendapatan dan kesejahteraan social (Nikijuluw, 1995)
Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai peranan penting dalam memelihara keseimbangan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Eksosistem hutan mangrove mempunyai sifat dan bentuk yang khas serta mempunyai fungsi dan manfaat sebagai sumberdaya pembangunan baik sebagai sumberdaya ekonomi maupun sumberdaya ekologi yang telah lama dirasakan masyarakat yang hidup di disekitar wilayah tersebut, oleh karena itu ekosistem hutan mangrove tersebut dimasukan dalam salah satu ekosistem pendukung kehidupan yang penting dan perlu dipertahankan kelestariannya.
Potensi ekonomi mangrove berasal dari tiga sumber yaitu hasil hutan, perikanan dan ekotourisme. Disamping menghasilkan bahan dasar untuk industri seperti kertas, rayon, kayu bakar dan arang yang dalam konteks ekonomi mengandung nilai komersial tinggi, ekosistem mangrove juga memiliki fungsi ekologis yang penting sebagai penyedia nutrient, sebagai tempat pemijahan, tempat pembesaran bagi biota laut dan juga mampu menekan terjadinya abrasi, intrusi air laut dan kerusakan pantai, dapat meredam pengaruh gelombang serta tahan terendam di perairan dengan kadar garam yang beragam dan mampu menahan lumpur sehingga mempercepat terbentuknya “ tanah timbul “ (Dahuri, 1996).
Selain manfaat langsung yang nyata berupa kayu/arang, daun nipah, bahan bangunan, ikan, udang, kepiting dan biota perairan lainnya, secara tidak langsung hutan mangrove memberikan perlindungan terhadap terpaan angin dan ombak laut. Disamping itu juga merupakan habitat penting bagi beberapa jenis flora dan fauna, serta sebagai penjaga siklus makanan bagi ekosistem perairan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, menunjukan bahwa hutan manrove memberikan manfaat yang besar dalam kehidupan social masyarakat di pesisir Huamual Muka. Namun selama ini penilai lebih ditekankan pada nilai penggunaan langsung dari hutan mangrove, sedangkan penilaian terhadap nilai manfaat tidak langsung, nilai pilihan, nilai warisan serta keberadaan tidak banyak mendapat perhatian. Disamping itu, adanya anggapan bahwa harga merupakan ukuran nilai dapat menyebabkan nilai yang diperoleh tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, padahal nilai sebenarnya meliputi harga yang dibayarkan konsumen dan surplus konsumen.
Untuk itu, penentuan nilai ekonomis hutan mangrove di pesisir Seram Barat merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam mengalokasikan sumberdaya pesisir yang semakin terdegradasi. Untuk itu seluruh kegiatan pemanfaatan ekosistem mangrove tersebut perlu dinilai secara ekonomi dengan berbagai teknik valuasi untuk menentukan efesiensi pemanfaatanya berdasarkan pendekatan nilai ekonomi total. Serta untuk menjaga keberadaan hutan mangrove yang lestari maka diperlukan analisis skenario pengelolaan yang suistanable dengan berpatokan pada daya dukung dan manfaat ekonomi mangrove bagi kesejahteraan masyarakat disekitarnya.
Sehubungan dengan permasalahan diatas, maka sangat diperlukan suatu kajian tentang analisis ekonomi manfaat hutan mangrove yang dapat mengkuantifikasikan total nilai manfaat (use value) dan nilai tidak dimanfaatkan (non use value) ekosistem mangrove sekaligus menganalisis skenario pengelolaan yang sesuai bagi keberlanjutan ekosistem mangrove di pesisir Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku.
1. METODE
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder yang berupa hasil observasi dari beberapa peneliti, instansi, dan kelompok penelitian. Sedangkan untuk menunjang data observasi dilakukan studi kepustakaan yang relevan dengan kajian penulisan ini.
Metode penilaian ekonomi yang digunakan yaitu pendekatan yang dikemukakan oleh Ruitenberg (1991) sebagai berikut :
1. Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem mangrove dengan menggunakan 4 komponen dalam penilaian ekonomi sumberdaya pesisir berdasarkan atas lokasi dan pasar (Modifikasi dari Clark, 1995 dan Brown, 1997) yaitu :
a) Manfaat Langsung (ML) atau Direct Use Value (DUV) adalah manfaat yang langsung dapat diperoleh dari ekosistem mangrove, didekati dengan persamaan :
ML = MLHi + MLPi
Dimana :
ML = manfaat langsung
MLHi = manfaat langsung hasil hutan ke-i
MLPi = manfaat langsung hasil perikanan ke-i
b) Manfaat Tidak Langsung (MTL) atau indirect Use Value (IUV) adalah manfaat yang diperoleh dari ekosistem mangrove secara tidak langsung, didekati dengan persmaan :
MTL = MTLe + MTLb
Dimana :
MTL = manfaat tidak langsung
MTLe = manfaat tidak langsung dari funsi ekologis
MTLb = manfaat tidak langsung dari fungsi biologis
c) Manfaat Pilihan (MP) atau Option Value (OV) adalah nilai yang mengacu pada keanekaragaman hayati (biodiversity) hutan mangrove, didekati dengan persamaan :
MP = MPBi
Dimana :
MP = manfaat pilihan
MPBi = manfaat pilihan biodiversity
d) Manfaat Keberadaan (MK) atau Existence Value (EV) adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat atas keberadaan ekosistem mangrove, didekati dengan rumus :
n
MK = ( ∑ Pi ) / N
i = 1
dimana :
MK = total manfaat keberadaan
Mki = manfaat keberadaan dari masyarakat ke-i
N = jumlah masyarakat
Selanjutnya nilai ekonomi total ekosistem hutan mangrove diformulasikan dengan model sebagai berikut :
NET = ML + MTL + MP + MK
Dimana :
NET = nilai ekonomi total
ML = manfaat langsung
MTL = manfaat tidak langsung
MP = manfaat pilihan
MK = manfaat keberadaan
2. Tahap kuatifikasi seluruh manfaat dan fungsi ekosistem kedalam nilai rupiah, tahap ini dilaksanakan setelah seluruh manfaat dan fungsi ekosistem mangrove berhasil di identefikasi. Nilai kuantifikasi digunakan terhadap :
a) Nilai pasar. Pendekatan ini digunakan untuk menilai manfaat langsung ekosistem hutan mangrove.
b) Harga tidak langsung. Pendekatan ini digunakan bila mekanisme pasar gagal memberikan nilai pada komoditas yang ada. Metode perhitungan yang dilakukan adalah metode biaya ganti (replacement cost). Cara ini digunakan untuk menilai manfaat tidak langsung ekosistem mangrove
c) Contingent Valuation Method. Pendekatan ini digunakan untuk mengkuantifikasi manfaat keberadaan dari ekosistem mangrove.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekosistem mangrove mempunyai peranan ekonomi yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat disekitar kawasan pesisir Seram Barat, dimana sebagian besar masyarakat memanfaatkan mangrove sebagai sumber penghasilan terutama masyarakat yang bekerja sebagai pemungut hasil hutan, pemungut hasil perikanan maupun yang bekerja di sector lainnya. Berdasarkan data potensi mangrove di Kecamatan Seram Barat diperkirakan seluas 14.941 ha dan yang dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat seluas 13.900 ha (93,03%) yang terdiri atas hutan yang berfegetasi mangrove seluas 10.277 ha (73,94%) dan bervegetasi nipah dan belukar seluas 4.664 ha (26,06%).
Dari hasil identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem mangrove, yang banyak diusahakan oleh masyarakat meliputi pemanfaatan hasil hutan (kayu/arang, bahan bangunan, daun nipah) dan pemanfaatan hasil perikanan (ikan, udang, kepiting).
Nilai ekonomi total yang akan diuraikan dalam pembahasan ini dikelompokan kedalam empat kategori yaitu manfaat langsung (direct use value), nilai manfaat tidak langsung (indirect use value), nilai manfaat pilihan (option value) dan nilai keberadaan (existence value) dari ekosistem mangrove.
3.1. Manfaat Langsung
Berdasarkan hasil identifikasi maka manfaat langsung dan fungsi ekosistem mangrove yang dapat terukur nilainya adalah pemanfaatan hasil hutan dan pemanfaatan hasil perikanan.
3.1.1. Manfaat Langsung Hasil Hutan
1. Nilai Potensi Kayu Mangrove
Taksiran penilaiannya berdasarkan data pertumbuhan dan rata-rata tahunan harga jualnya. Dengan membandingkan hasil penelitian LPP Mangrove (2000) Batu Ampar, bahwa potensi rata-rata kayu mangrove sebesar 91,92 m3/ha dengan biaya produksi kayu yang dikeluarkan rata-rata sekitar 30% - 35%, dengan harga kayu mangrove rata-rata Rp.47.500,-/m3, maka diperoleh nilai kayu sebesar Rp.4.366.081 ha.
Dengan diketahuinya nilai kayu per hektar, dan apabila di kuantifikasi dengan kondisi ekosistem mangrove yang ada di Seram Barat, maka nilai manfaat tegakan mangrove sesuai dengan data luasan mangrove (13.900 ha), diperoleh sebesar Rp.42.481.972.300,- (78,20%).
2. Nilai Manfaat Arang Bakau
Berdasarkan hasil penelitian LPP Mangrove (1997) Batu Ampar ditemukan bahwa alokasi waktu pembuatan arang dengan ukuran dapur arang 4 ton memerlukan waktu 30 hari sedangkan untuk ukuran dapur arang 6 ton memerlukan waktu 38-40 hari dengan upah buruh Rp.15.000,- sampai Rp.20.000,-/hari, dan jika terdapat 58 orang pengrajin arang maka rata-rata produksi total per tahun sebesar 1.835.313 Kg arang dengan nilai Rp.743.125.333,- serta didapati bahwa setiap hectare hutan mangrove memberikan sumbangan 246 Kg arang/tahun.
Dari data-data tersebut, jika dikuantifikasi dengan luasan hutan mangrove yang dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir di Seram Barat, maka dapat diperoleh nilai manfaat kayu arang sebesar Rp.885.141.900,- (1,57%).
3. Manfaat Atap Daun Nipah
Dari hasil penelitian Agustono (1996) di muara Cimanuk Indramayu, dari 18 orang yang bermata pencaharian daun nipah diperoleh data hasil produksi total rata-rata keluarga pengrajin daun nipah per tahun sebesar 211.500 lembar senilai Rp.78.750.000,- dengan setiap hektar memberikan manfaat 57 lembar daun atap dengan nilai Rp.21.056,-/tahun dan biaya variabel Rp.2.121,-, biaya investasi sebesar Rp.1.141,- serta biaya tetap Rp.83,-.
Jika dikuantifikasikan dengan luas areal penutup vegetasi nipah yang terdapat di Seram Barat dengan luasan 3.740 ha, maka akan menghasilkan potensi daun nipah setiap hektar adalah 2.500 ikat/tahun, dengan demikian penerimaan yang diperoleh dari manfaat daun nipah di Seram Barat sebesar Rp.81.330.832,- (0,15%).
4. Manfaat Bibit Mangrove
Nilai manfaat ini didekati dengan nilai bibit mangrove yang di produksi oleh masyarakat untuk kegiatan rehabilitasi mangrove di Tanjung Biloh Kalimantan. Berdasarkan pendekatan ini pada tahun 2000 masyarakat mendapatkan pesanan bibit untuk kegiatan rehabilitasi bakau tanjung biloh tahap awal sebanyak 200.000 bibit, dengan harga siap tanam sekitar Rp.500,-/pohon dan biaya pembibitan Rp.105,45,-/bibit (BRLKT Kapuas, 2000).
Dengan demikian, jika dikuantifikasikan dengan potensi mangrove yang dimiliki oleh Seram Barat, dengan asumsi bahwa manfaat bibit mangrove menyebar merata maka setiap hektar hutan mangrove memberikan manfaat sebesar Rp.7.243,-/ha/tahun dan biaya pembibitan sebesar Rp.79.605.300,/ tahun (0,15%).
3.1.2. Pemanfaatan Langsung Hasil Perikanan
Dari hasil identifikasi didapati bahwa hasil perikanan yang dimanfaatkan oleh masyarakat akibat adanya ekosistem mangrove meliputi sumberdaya ikan, udang dan kepiting. Penangkapan ikan di perairan Seram Barat pada umumnya masih menggunakan teknologi tradisional dan dilakukan setiap hari dengan jumlah tenaga kerja 2-6 orang serta upah sebesar Rp.7.500,-/hari sampai Rp.10.000,-/hari.
Berdasarkan pendekatan ini (tenaga kerja dan upah) maka dapat disimpulkan bahwa setiap hektar hutan mangrove dapat memberikan manfaat langsung berupa ikan sebesar 8 Kg senilai Rp.110.382.- dengan biaya variabel Rp.29.818-, biaya investasi Rp.5.319,- dan biaya tetap Rp.694,-. Dengan demikian hasil perhitungan menunjukan bahwa penerimaan yang diperoleh dari manfaat ikan pada ekosistem mangrove dengan luasan 13.900 ha adalah sebesar Rp.1.036.258.900,-.
Disamping itu, penangkapan udang di eksositem mangrove Seram Barat umumnya dilakukan pada malam hari dengan jumlah tenaga kerja per hari sebanyak 2 orang dengan upah sebesar Rp.7.500,- sampai Rp.20.000,-/hari. Berdasarkan analisis usaha penangkapan udang dapat diketahui bahwa setiap hektar hutan mangrove ternyata mampu memberikan manfaat berupa udang rata-rata sekitar 17,6 Kg senilai Rp.610.512,- dengan biaya variabel Rp.43.545,-, biaya investasi Rp.11.639,- dan biaya tetap Rp.1.234,-. Dengan demikian penerimaan yang diperoleh dari manfaat udang pada ekosistem mangrove dengan luasan 13.900 ha adalah sebesar Rp.7.701.906.600,-
Sedangkan nilai manfaat kepiting bakau didekati dengan penangkapan kepiting oleh para nelayan secara tradisional di Pontianak, dimana setiap hektar mangrove dapat memberikan manfaat sekitar 25 Kg kepiting senilai Rp.210.137,- dengan biaya variabel Rp.42.685,- biaya investasi Rp.13.818,- dan biaya tetap Rp.3.170,-(Dinas Perikanan Pontianak, 2000). Jika dikuantifikasikan dengan potensi hutan mangrove yang terdapat di Seram Barat, maka penerimaan yang diperoleh dari manfaat kepiting bakau pada ekosistem mangrove dengan luasan 13.900 ha sebesar Rp.2.091.449.600,-
Berdasarkan data komponen manfaat langsung hasil hutan maupun hasil perikanan, maka nilai manfaat langsung ekosistem mangrove di kawasan pesisir Seram Barat dihitung. Dari analisis yang dilakukan maka total nilai manfaat langsung bersih ekosistem mangrove dengan luasan 13.900 ha adalah sebesar Rp.54.327.665.432,- atau 72% dari manfaat langsung ekosistem mangrove. Nilai manfaat langsung ekosistem mangrove dapat ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 1. Nilai Manfaat Langsung Ekosistem Mangrove Seram Barat
Jenis Manfaat | Nilai Manfaat (Rp/tahun) | Biaya (Rp/tahun) | % | Manfaat Bersih (Rp/tahun) | % |
Potensi Kayu | 60.688.525.900 | 18.206.553.600 | 30 | 42.481.972.300 | 70 |
Arang | 1.367.871.200 | 512.729.300 | 37 | 855.141.900 | 63 |
Daun Nipah | 98.205.184 | 16.874.352 | 17 | 81.330.832 | 83 |
Bibit Mangrove | 100.677.700 | 21.072.400 | 21 | 79.695.300 | 79 |
Ikan | 1.534.309.800 | 498.050.900 | 32 | 1.036.258.900 | 68 |
Udang | 8.486.116.800 | 784.210.200 | 28 | 2.091.449.600 | 91 |
Kepiting | 2.920.904.300 | 829.454.700 | 28 | 2.091.449.600 | 72 |
Jumlah | 75.196.610.884 | 20.868.945.451 | 28 | 54.327.665.432 | 72 |
Sumber : Hasil Perhitungan
Bila dilihat dari proporsi masing-masing jenis manfaat terhadap nilai manfaat langsung ekosistem mangrove, ternyata manfaat potensi kayu menunjukan nilai tertinggi yaitu sebesar 78,19%, manfaat udang 14,18%, kepiting 1,91%, manfaat arang 1,57%, bibit mangrove 0,15% dan daun nipah sebesar 0,15%.
3.2. Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung ekosistem mangrove di Seram Bagian Barat yaitu sebagai penahan abrasi. Estimasi manfaat sebagai penahan abrasi didekati dengan pembangunan pemecah gelombang (break water). Jika biaya pemecah gelombang (break water) untuk ukuran 1 m x 11 m x 2,5 m dengan daya tahan 10 tahun sebesar Rp.4.163.880,-. Berdasarkan panjang pantai ekosistem mangrove di kawasan Seram Barat sekitar 127.600 m, maka nilai manfaat tidak langsung fisik sebagai penahan abrasi sebesar Rp.53.311.088.000,-.
3.3. Manfaat Keberadaan
Nilai keberadaan ekosistem mangrove didekati dengan metode kontingensi (Contingent Valuation Method) dari hasil kajian yang dilakukan oleh LPP Mangrove Pontianak (1997) yang mengkuantifikasikan nilai keberadaan ekosistem mangrove yang diberikan oleh masyarakat rata-rata sebesar Rp.5.559.783,-ha/tahun. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dihitung manfaat keberadaan ekosistem mangrove di Seram Barat yang luasnya 13.900 ha mempunyai nilai keberadaan sebesar Rp.83.068.717.803,-/tahun.
3.4. Nilai Ekonomi Total Ekosistem Mangrove
Berdasarkan hasil analisis manfaat yang dapat diperoleh dari ekosistem mangrove, selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap seluruh manfaat yang diperoleh tersebut dan merupakan nilai ekonomi total. Rekapitulasi hasil estimasi seluruh manfaat ekosistem mangrove di kawasan Seram Barat dapat ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel. 2. Kuantifikasi Seluruh Nilai Manfaat Ekosistem
Mangrove Seram Barat
No. | Jenis Manfaat | Nilai Manfaat (Rp/tahun) | Nilai Manfaat Rata-Rata (Rp/ha/tahun) | Persen-tase |
1. | Manfaat langsung | 54.327.665.432 | 3.908.465 | 26,07 |
2. | Manfaat tidak langsung | 69.269.283.228 | 4.983.402 | 33,24 |
3. | Manfaat pilihan | 1.720.125.000 | 123.750 | 0,83 |
4. | Manfaat keberadaan | 83.068.717.803 | 5.559.783 | 39,86 |
Jumlah | 208.385.791.463 | 14.575.400 | 100 |
Sumber : Hasil Perhitungan
Dengan memperhatikan nilai ekonomi total yang diperoleh dari ekosistem mangrove di kawasan Seram Barat, ternyata hutan mangrove mempunyai manfaat dan fungsi yang penting sebagai sumberdaya ekonomi maupun sumberdaya ekologi bagi kehidupan masyarakat yang berada disekitarnya. Olehnya itu, keberadaan ekosistem mangrove harus tetap dipelihara sebagai aset pembangunan, baik itu oleh masyarakat setempat maupun instansi terkait dan staekholders lainnya, sehingga kegiatan pembangunan dapat berjalan dengan baik dan ketersediaan sumberdaya ekosistem mangrove tetap terjamin.
3.5. Skenario Pengelolaan Ekosis-tem Mangrove
Analisis strategi pengelolaan ekosistem mangrove dilakukan dengan membuat seknario-skenario pengelolaan yang dapat menjamin eksistensi ekosistem mangrove secara suistainable (berkelanjutan).
1. Skenario 1 (Status Quo)
Skenario ini mengasumsikan perolehan hasil hutan dari kegiatan pemanfaatan mangrove tetap tidak berubah selama 5 tahun. Pada skenario ini keterkaitan dengan perubahan stok kayu tidak dimasukan karena asumsi pemanfaatan mangrove berlangsung dengan hasil maksimum yang bekelanjutan. Manfaat langsung hanya terjadi pada tahun 1, sedangkan untuk perhitungan 4 tahun kedepan diasumsikan tidak ada kegiatan pengambilan kayu lagi. Sebagai penahan abrasi diperkirakan nilainya akan menyusut sebesar 20%/tahun. Penyusutan yang diperkirakan sebesar 20%/tahun, dianggap sebagai besarnya nilai yang diakibatkan oleh hempasan ombak perlahan-lahan dari waktu ke waktu. Biaya langsung dari pengambilan kayu pada tahun 1 diperkirakan nilainya sebesar 25% dari biaya awal (tahun ke-0), yang merupakan biaya pemeliharaan. Sedangkan pada tahun berikutnya adalah tetap tidak mengalami perubahan. Biaya pengambilan kayu pada tahun ke-0 adalah sebesar manfaatnya pada tahun ke-1 dan dianggap sebagai kerugian akibat penggunaan untuk bahan baku industri untuk tahun ke-2 sampai dengan ke-5.
2. Skenario 2
Pada skenario 2, didasarkan pada asumsi manfaat hasil perikanan yang meningkat sebesar 30%/tahun. Sedangkan biaya dan manfaat dari komponen lain diasumsikan sama dengan skenario 1.
3. Skenario 3
Dari kecenderungan kenaikan permintaan bibit mangrove pada tahun 2000, maka jika diasumsikan bahwa kenaikan permintaan bibit mangrove sebesar 34% dari tahun ke tahun, maka skenario 3 ini manfaat langsung dari bibit mangrove akan meningkat 34%/tahun, dan manfaat langsung hasil perikanan akan menurun sebesar 30%/tahun. Sedangkan untuk manfaat dan biaya dari komponen lain, asumsinya sama dengan skenario 1.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
Manfaat dan fungsi ekosistem mangrove di Seram Barat, diketahui ada 4 jenis manfaat yaitu : a) manfaat langsung, b) manfaat tidak langsung, c) manfaat pilihan, dan d) manfaat keberadaan. Analisis biaya dan manfaat nilai ekonomi total dari ekosistem mangrove di Seram Barat, diperoleh hasil sebesar Rp.208.385.791.463,-/tahun atau sebesar Rp.14.550.400,-/ha/tahun, yang terdiri dari manfaat langsung sebesar Rp.3.908.465,-, manfaat tidak langsung sebesar Rp.4.983.401,-, nilai manfaat pilihan sebesar Rp.123.750,-, dan nilai manfaat keberadaan sebesar Rp.5.559.783,-.
Hasil analisis nilai ekonomi total ini merupakan nilai manfaat dari ekosistem mangrove dengan luasan 13.900 ha dari ekosistem mangrove yang terdapat di Kawasan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat. Analisis luasan ini masih menggunakan data citra Tahun 2001, untuk penelitian kedepan hendaknya dilakukan dengan data terbaru, baik data sekunder maupun data primer guna mendapatkan hasil yang valid.
Skenario pengelolaan ekosistem mangrove hendaknya dilakukan sesuai dengan daya dukung lingkungan (carring capacity) mangrove. Dari strategi pengelolaan dengan pendekatan skenario memperlihatkan bahwa manfaat dan fungsi ekonomi ekosistem mangrove sangat besar. Keberadaan ekosistem mangrove ini hendaknya dilestarikan dengan demikian secara tidak langsung terjadi efesiensi alokasi anggaran dalam program program pembangunan dan secara tidak langsung akan meningkatkan produktivitas perikanan di kawasan pesisir.
REFERENSI
Agustono, 1996. Nilai Ekonomi Hutan Mangrove bagi Masyarakat (Studi Kasus di Muara Cimanuk Indramayu). Program Pascasarjana IPB. Bogor.
Agustono, 1998. Kebijaksanaan Pengelolaan Hutan Lindung Hutan Mangrove, Dilihat Dari Lingkungan Hidup. Disampaikan Dalam Seminar V Ekosistem Hutan Mangrove yang dilaksanakan oleh LIPI di Pekanbaru.
Bengen, D.G., 1998. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir. (tidak dipublikasikan). Program Studi Pengeolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut. Program Pascasararjana IPB. Bogor.
Bengen, D.G., 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) IPB. Bogor.
BPS Seram Bagian Barat, 2005. Kabupaten Seram Bagian Barat Dalam Angka 2005.
BPS Maluku, 2005. Provinsi Maluku Dalam Angka 2005/2006.
Dahuri, R, J. Rais, S.P.Ginting, M.J. Sitepu, 1998. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramitha. Jakarta.
LPP Mangrove, 2000. Kegiatan Uji Coba Pengelolaan Hutan Alam Produksi oleh Masyarakat Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat. Laporan Akhir. Kerjasama Kantor Wilayah Departemen Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Kalimantan Barat dengan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. Jakarta.
Ruitenbeerg, H.J., 1991. Mangrove Management: An Economics Analysis of Management Options With a Focus on Bintuni Bay, Irian Jaya. Environmental Management Development in Indonesian Project (EMDI). EMDI Environmental Reports No.8. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar
Setelah Baca, Jangan Lupa Ya Untuk Berkomentar.